Assalamualaikum Warahmatullahi WabarakatuhSemoga hari kalian senantiasa diliputi dengan kebahagian, yaa!
Perkenalkan penulis dari refleksi ini yaitu dari saya sendiri, Nurfadilah, akrab disapa Dila. Saya adalah alumni mahasiswi Teknik Komputer dan Jaringan dari Kampus Politeknik Negeri Ujung Pandang yang telah lulus sejak 2021 lalu. Saya memang tidak berasal dari latar belakang pendidikan/pengajaran, namun saya memiliki passion yang besar sebagai seorang pengamat di bidang pendidikan. Maka dari itu, tentunya memiliki pengalaman mengemban sebagai seorang relawan merupakan pengalaman yang sangat tak ternilai harganya. Berikut akan saya paparkan kisah saya mengenai kondisi pendidikan di pelosok bersama rekan-rekan relawan saya.
"Ketimpangan pendidikan di wilayah terpencil atau pelosok negeri masih memilukan hati."
Demikianlah kurang lebih bait berita yang dipublikasikan di berbagai media cetak maupun daring mengenai kondisi kualitas pendidikan anak-anak di wilayah pelosok Indonesia. Tanpa bermaksud memandang rendah, seketika timbul pertanyaan kritis yang memenuhi benak saya, "se-memilukan hati apakah kondisi pendidikan anak-anak di pelosok?."
Karena sejak dulu saya hanya sekadar tahu 'gambaran luar' kondisinya dari berbagai portal media. Singkat cerita, berangkat dari akar pertanyaan tersebut, saya memutuskan untuk ingin terlibat langsung sekaligus mengobservasi kondisinya.
Lantas?
Ya, teramat memprihatinkan. Pemerataan pendidikan di wilayah terpencil, baik dari sisi infrastruktur penunjang pendidikan maupun tenaga pendidik masih 'diselimuti' dengan kesemrawutan, tak terkecuali dengan apa yang terjadi di Dusun Datara, Kec. Bungaya, Kab. Gowa, Sulawesi Selatan. Kondisinya persis dengan apa yang dijabarkan dan digambarkan di berbagai saluran berita. Pemerintah hanya memberi sorotan lebih ke instansi pendidikan di wilayah perkotaan saja. Hal tersebut tentu saja bertentangan dengan makna dari Undang-Undang Dasar 45 Pasal 31 Ayat (1) yang bertujuan untuk memberikan pemerataan atas hak-hak rakyat Indonesia, serta bahwa setiap warga negara berhak mendapat hak pendidikan, tanpa terkecuali.
Padahal sejatinya, pendidikan adalah tiang utama penggerak roda kesejahteraan suatu bangsa. Maka dari itu, sudah semestinya pemerintah bersama masyarakat saling bahu-membahu bergerak untuk mencapai pemerataan hak pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia serta mewujudkan kualitas pendidikan yang bermutu baik dan sesuai standar nasional.
Maka dari itu, pemuda-pemudi Indonesia alangkah baiknya menyikapi ironi tersebut dengan aksi nyata di lapangan, tidak lain dengan mengemban peran menjadi relawan pendidikan untuk pelosok negeri. Menjadi relawan pendidikan merupakan bukti nyata bahwa kebahagiaan sejatinya tidak selamanya menyangkut finansial, namun berupa kebahagiaan melihat tawa lepas saudara-saudara pelosok kita.
Pada intinya, rasa terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada jajaran Volunteers Komunitas Koin Untuk Negeri yang mulai mengabdi pada Sekolah Jejak Nusantara XXXVII karena telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran, keringat, darah, maupun air mata demi mengukir senyum yang merekah dari sudut bibir adik-adik di pelosok. Rasa terima kasih ini pun kami haturkan kepada adik-adik pelosok yang telah memberi kami sangat banyak pengalaman dan pelajaran positif yang berharga. Karena sejatinya, justru keberadaan adik-adik di pelosoklah yang memberi kita wawasan serta pandangan hidup baru yang lebih beragam dan kelak membawa kebermanfaatan di tiap aspek kehidupan.
Percayalah, tentu tidak ada kesia-siaan dalam mengabdikan diri demi eskalasi pendidikan di tiap sudut negeri. Justru kesia-siaanlah yang datang menghampiri bila waktu, tenaga, dan pikiranmu belum tersalurkan bagi senyum adik-adik di pelosok.
Sekali lagi, terima kasih setinggi-tingginya kepada @komunitas_kun yang telah bersedia menjadi sarana atau jembatan bagi volunteers untuk menuangkan jiwa sosialnya dan tak pernah mengenal lelah menyalurkan tiap kebaikan.
Best Regards, Dila.
#DariSudutNegeriKitaMenginspirasi