Refleksi oleh Kak Ucup: Asa yang Tertinggal dalam Heningnya Alam

Dokumentasi pribadi oleh Komunitas KUN
 
 

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Hai sobat KUNers yang keren-keren! Bagaimana kabar kalian kali ini? Semoga selalu bahagia dan tetap menginspirasi, yaa! Mari berkelana bersama untuk menyimak uraian kisah menginspirasi dari salah satu relawan SEJARA XXXIX, Kak Ucup~ 

    Kampung Pattung adalah sebuah permukiman kecil yang terletak jauh dari pusat kota. Tidak ada gemerlap lampu malam, tak ada jaringan listrik, dan akses jalan pun terbatas. Namun, di balik sunyinya kampung ini, tersimpan keasrian alam yang nyaris sempurna—pepohonan hijau menjulang, udara segar tanpa polusi, serta kehidupan masyarakat yang penuh kesederhanaan.

    Kunjungan saya ke Kampung Pattung menyadarkan saya akan dua sisi kehidupan: satu sisi yang kaya akan ketenangan dan keharmonisan alam, serta sisi lain yang penuh keterbatasan, terutama dalam aspek pendidikan. Anak-anak di sini masih bersekolah dengan fasilitas yang sangat minim, bahkan ada beberapa anak yang ketinggalan kelas karena fokus mereka terbagi antara membantu orang tua yang bekerja di sawah maupun kebun dengan mengikuti aktivitas belajar­—yang bagi mereka sebenarnya bukan hal mudah untuk dilakukan secara bersamaan, karena keduanya merupakan kewajiban yang tak bisa ditinggal. Tidak ada listrik berarti tidak ada penerangan saat malam hari, tidak ada akses internet untuk mencari pengetahuan, bahkan banyak buku yang mulai usang. 

    Saya sempat berdialog dengan orang tua dari anak yang tinggal di Kampung Pattung. Beliau berkata,

“Kami tidak kekurangan semangat, namun kami kekurangan kesempatan.” 

    Kalimat tersebut begitu membekas di hati saya. Di tengah keterbatasan yang ada, anak-anak masih memiliki mimpi. Namun, mimpi-mimpi itu seolah terhalang kabut tebal yang bernama ketimpangan akses.

    Pendidikan bukan hanya hak, tapi juga jembatan harapan. Kampung Pattung mengajarkan saya bahwa pembangunan tidak seharusnya hanya diukur dari fisik dan teknologi, tetapi dari sejauh mana kita memberi ruang yang setara bagi semua anak bangsa untuk tumbuh dan belajar.

    Keasrian Pattung mengingatkan kita bahwa kemajuan bukan berarti meninggalkan nilai alam. Namun, ketika alam yang lestari tidak sejalan dengan kemajuan manusia dalam pendidikan, maka di sanalah kita harus hadir. Refleksi ini menegaskan pentingnya kehadiran negara, lembaga sosial, dan para relawan untuk menyentuh daerah-daerah yang sering terlewat.

    Saya pulang dari Pattung bukan hanya dengan kenangan, tapi juga dengan kegelisahan. Kegelisahan yang menjadi bahan bakar untuk peduli. Mungkin saya tak bisa mengubah semuanya, tapi setidaknya, saya bisa mulai menyuarakan cerita mereka—agar tidak lagi tertinggal dalam sunyi.

Tulisan refleksi ini disuarakan dari hati terdalam kak Muh. Yusuf Afriadi. Akrab disapa kak Ucup, selaku relawan Sekolah Jejak Nusantara (SEJARA) angkatan XXXIX.

Salam sehangat mentari,

Ucup 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama