Dok. Adik-Adik Dusun Tanete Bulu |
Pendidikan
adalah jembatan anak bangsa meraih suatu kesuksesan. Pada
kenyataannya saat ini terjadi ketimpangan yang sangat mencolok antara pendidikan di pelosok
dan di perkotaan. Menurut kakak apa yang menjadi penyebab utama hal itu terjadi dan apa solusi yang kakak bisa berikan dalam menangani hal tersebut?
“Hanya anak bangsa sendirilah yang dapat diandalkan untuk membangun Indonesia, tidak mungkin kita mengharapkan bangsa lain!” B. J. Habibie (Presiden Ke-3 Indonesia) Salah satu indikator kemajuan suatu bangsa dapat ditinjau dari pendidikannya. Kutipan B. J. Habibie ini merupakan sebuah tamparan bagi kondisi pendidikan Indonesia yang saat ini masih jauh dari kata layak. Figur aset pendidikan Indonesia saat ini yang tidak merata menjadi tolak ukur rendahnya kualitas bangsa, baik dalam kacamata lokal maupun dalam kacamata Internasional. Sebagaimana yang kita resahkan, permasalahan ketidakmerataan pendidikan merupakan permasalahan yang klasik dan berkesinambungan.
Lantas, siapa yang perlu disalahkan? Saya Yusriah Nurmalasari R., seorang mahasiswa aktif yang tengah menempuh pendidikan S1 jurusan Pendidikan Matematika di Universitas Muhammadiyah Makassar. Ketertarikan saya di bidang pendidikan berawal dari keresahan saya melihat ketidakadilan di negeri ini, terkhususnya pada satu kasus yang saya katakan sebagai ‘diskriminasi pendidikan’. Selain menjalani aktivitas perkuliahan, saya aktif dalam organisasi yang berkonsentrasi pada penelitian dan kepenulisan.
Berkecimpun di dunia penelitian tentunya menjadi kacamata baru bagi saya dalam mempertajam indera saya untuk selalu merasakan keresahan masyarakat dan siap merancang solusi-solusi baru bagi masyarakat. Pendidikan yang tidak merata merupakan salah satu keresahan sebagian besar masyarakat yang hingga saat ini masih belum menemukan titik terang. Ketidakmerataan pendidikan tersebut menitikberatkan pada dua aspek utama, yaitu: aspek kuantitas dan aspek kualitas. Pasal 31 ayat (1) 1945 yang menyatakan bahwa “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” masih belum terealisasi dengan baik. Sebab, masih terdapat golongan masyarakat yang belum memperoleh haknya dalam mengenyam pendidikan. Aspek yang kedua adalah aspek kualitas.
Kualitas pendidikan Indonesia masih belum merata. Akses pendidikan di pelosok-pelosok desa yang notabenenya jauh dari kota besar masih belum mendapatkan sarana dan prasarana yang memadai sebagaimana di kota-kota besar. Sarana dan prasarana tersebut diantaranya: infrastuktur bangunan, akses menuju sekolah, serta tenaga pendidik. Apa yang menjadi faktor penyebab dan solusi dari permasalahan ini? Permasalahn ketidakmerataan pendidikan ini merupakan permasalahan yang saling berkesinambungan dengan permasalahan lainnya.
Permasalahan perekonomian dan pola pikir masyarakat merupakan salah satunya. Pola pikir orang tua yang lebih memprioritaskan anaknya untuk bekerja, berkebun, bertani dibandingkan untuk menyekolahkan anaknya merupakan pola pikir yang perlu diluruskan. Solusi dari permasalahan ini tentunya adalah mengadakan dan memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat setempat mengenai pentingnya pendidikan. Selain pada permasalahan ekonomi dan pola pikir masyarakat, faktor penyebab pendidikan yang tidak merata adalah etilitas.
Pemerintah hanya memfokuskan peningkatan kualitas pendidikan pada kaum elit di kota-kota besar dibandingkan dengan peningkatan kualitas pendidikan pada kaum bawah yang berada di pelosok. Peran pmerintah kurang maksimal dalam memeberikan fasilitas yang memadai, seperti: perbaikan bangunan sekolah, pengadaan buku-buku, perbaikan akses jalan menuju sekolah, serta pengadaan akses jaringan internet dan peralatan teknologi yang menunjang proses belajar-mengajar. Pemerintah juga sering mengubah kurikulum yang tentunya berdampak pada rekonstruksi fasilitas bahan ajar di sekolah pelosok. Solusi dari permasalahan ini yaitu perlunya pemerintah dalam memfokuskan peningkatan kualitas pendidikan di daerah pelosok sehingga tidak mendominasi di kota-kota besar serta mempertimbangkan perlakuan perubahan kurikulum.
Faktor penyebab ketiga adalah penyebaran tenaga pendidik yang tidak merata. Tenaga pendidik yang bertumpuk di kota-kota besar menjadikan daerah pelosok tidak mendapatkan kuantitas dan kualitas tenaga pengajar yang sebanding. Solusinya dari hal ini adalah tentunya adalah pemerataan penyebaran tenaga pendidik antara daerah pelosok dan kota-kota besar. Selain itu, solusi pribadi yang bisa saya tawarkan adalah melakukan penyuluhan kepada masyarakat setempat mengenai pentingnya pendidikan. Selanjutnya, memperadakan “Rumah Impian”. Keberadaan Rumah Impian ini diharapkan mampu meningkatkan motivasi belajar dan motivasi anak dalam bermimpi.
Pengajaran pada Rumah Impian bersifat Indoor dan Outdoor. Pada kegiatan Indoor, relawan melakukan pengajaran dengan menggunakan metode learning by doing membaca dan menulis, pengajaran akhlak dan moral, pengajaran pengenalan huruf hijaiyah, pemberian motivasi, melakukan permainan IQ, SQ, dan EQ, pengenalan teknologi, dan lainnya. Pada kegiatan outdoor, relawan mengajak anak “Rumah Impian” untuk menjelajah alam, bermain, dan berkreasi. Melalui solusi-solusi di atas tersebut, Indonesia tentunya membutuhkan sinergitas antara pemerintah, masyarakat, dan generasi muda. Ibaratnya, saat ini Indonesia sedang mengidap penyakit yang menyerang organ pendidikannya. Penyakit ini tentunya memerlukan penanganan dan pengobatan yang serius sebelum ia menyerang organ-organ lainnya yang akan melumpuhkan bangsa dan negara. Lalu kalau bukan anak bangsa kita, anak bangsa siapa yang mau kita andalkan?
Carel Sekolah Jejak Nusantara, Universitas Muhammadiyah Makassar
Posting Komentar