Ayo Berdonasi untuk Pendidikan

Semua manusia dilahirkan dengan kemampuan untuk mengubah hidup orang lain. Memberi adalah salah satu kemampuan itu. Mari bersama-sama wujudkan mimpi adik-adik di sudut negeri untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

KLIK DISINI

angkatan 3 sejara
Perkenalkan saya Magfirah, mahasiswi asal Wajo. Duduk di bangku kuliah semester 4 di Universitas Negeri Makassar, yang sampai hari ini belum bergelut dengan organisasi manapun. Melihat banyaknya problematika dalam negeri, termasuk dunia pendidikan yang selalu menjadi sorotan dalam perbaikan. Namun masalah ini tak kunjung berkesudahan, baik itu kualitas, pemerataan, relevansi, juga efesiensi pendidikan. Hal ini seharusnya bisa menggenjot semangat kita untuk berkontribusi demi suatu perubahan. Bukan hanya ada rasa iba dengan apa yang dihadapkan pada bangsa, tapi memang perlu dijadikan kewajiban bersama agar cita-cita pendidikan yang sesungguhnya juga bisa dirasakan bersama.

Inilah yang menjadi salah satu alasan saya ingin menjadi seorang relawan, yang eksitensinya tak diukur dengan rupiah, sebab perbaikan lebih baik kedepan adalah tujuan paling utama. Di sisi lain, dengan adanya kegiatan ini, saya berharap bisa lebih menambah wawasan, pengalaman juga rasa percaya diri saya di depan orang banyak.
Bicara dunia pendidikan di Indonesia, begitu banyak masalah yang kita temui hingga detik ini. Adanya kesenjangan antara pendidikan di perkotaan dan pedesaan menyita banyak perhatian bagi pemerhati pendidikan. Itu artinya pendidikan dalam negeri belum merata dan jelas belum selaras dengan apa yang termaktub dalam Pasal 31 UUD 1945 ’’setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan tanpa terkecuali’’.

Padahal, sebagaimana yang kita ketahui, pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam pembangunan negara. Lewat pendidikanlah suatu perubahan dimulai. Dengan pendidikan kita bisa berupaya dengan sadar memanusiakan manusia. Memberi pendidikan kepada anak-anak Indonesia berarti membangun negara indonesia lebih kuat dan maju.


Lalu bagaimana dengan pendidikan kita hari ini? Lagi-lagi realita berkata lain. Tidak semua masyarakat kita bisa mengenyam apalagi menikmati pendidikan itu sendiri. Terlebih lagi anak-anak yang harusnya sudah tersentuh pendidikan formal, namun hanya bisa berdiam diri mengerjakan hal lain yang bermanfaat menurut mereka. Bisa disaksikan dengan kasat mata, bagaimana nasib anak-anak pinggiran jalan, juga dipedasaan di hari Anak nasional. Bagi mereka, pendidikan mungkin hanya angan-angan saja.
Kita bisa melihat bagaimana kondisi sekolah di perkotaan dan pedesaan.

baik dari segi tenaga pendidik, peserta didik dan infrastrukur sangat jauh berbeda. Jika di perkotaan bangunan sekolah, sarana dan prasarana sudah cukup memadahi, lain halnya dengan sekolah dipedesaan yang bangunannya sudah kusam, meja dan kursi kurang, beberapa materialnya sudah lapuk, dan akses jalan menuju tempat menimba ilmu terbilang sulit. Tenaga pendidik pun begitu, tak jarang guru yang mengajar belum berkompeten di bidangnya. Hal seperti ini menjadi penghambat peserta didik belajar dan menghasilkan output yang lebih baik. Oleh karena itu, sekolah yang kualitasnya bagus juga siswa yang berprestasi akan semakin bagus, sebaliknya sekolah kualitas sedang dengan prestasi siswa yang kurang malah akan menjadi buruk. Apalagi yang belum tersentuh pendidikan sama sekali.Berdasarkan data terakhir Kementrian Daerah Tertinggal, dari 183 daerah tertinggal di Indonesia, 70% berada di kawasan timur Indonesia.

Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan di Negara-negara berkembang di Asia Pasifik, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara. Nyatanya kita masih jauh dari kesejahteraan dan dekat dengan keterpurukan.Tak perlu pemaparan banyak dari hasil penelitian, dengan melihat keseharian saja bisa di dapatkan gambaran umum bagaimana pendidikan generasi penerus di pedesaan, terpencil dan terbelakang.


Mengapa bisa seperti itu? Ternyata faktor keuangan dan pembiayaan sebagai penentu lanjut tidaknya pendidikan seseorang. Kedua faktor ini pula disadari sebagai salah satu sumber daya utama dalam menunjang efektivitas pengelolaan pendidik. Paradigma masyarakat desa terpencil juga menjadi pemicu kurangnya anak ingin melanjutkan sekolah yang lebih tinggi.
Pemerintah pun tak henti-hentinya memberikan kebijakan demi kemajuan pendidikan, Keseriusannya tampak cukup menjanjikan ketika ditetapkan alokasi anggaran sebesar 20,2 % . Namun tampaknya hanya sejuk di awal saja. Berbagai program telah dilaksanakan,seperti dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan beasiswa dengan beragam klasifikasi. Pendidikan yang merata belum juga bisa dicapai.

SIAPA YANG HARUS DI SALAHKAN? Jawabannya bukan siapa-siapa.Ingat perkataan ini ’’Daripada mencela kegelapan, lebih baik hidupkan cahaya, hingga kegelapan itu hilang dengan sendirinya’’. Tak perlu keseringan mengkritisi apa yang sudah dihadapkan pada bangsa ini. Sudah waktunya kita merubah apa yang seharusnya kita ubah. Pendidikan harus ditanggung dari setiap elemen negara termasuk pemuda yang merupakan tumpuan harapan ummat. Sudah sepatutnya kita sadar posisi juga potensi. Bahu membahu demi suatu peradaban yang lebih baik.

Jika nantinya belum bisa meningkatkan mutu pendidikan dalam skala besar, kontribusi kecil pun tak jadi masalah. Kreasikan pendidikan yang lebih efektif terutama pembelajaran menyenangkan bagi mereka yang kurang beruntung dari segi ekonomi. Tancapkan keyakinan akan adanya perubahan, hingga suatu waktu kita bisa melihat senyum bahagia dan rasa bangga mereka bisa bersekolah di negeri sendiri.

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.