Ayo Berdonasi untuk Pendidikan

Semua manusia dilahirkan dengan kemampuan untuk mengubah hidup orang lain. Memberi adalah salah satu kemampuan itu. Mari bersama-sama wujudkan mimpi adik-adik di sudut negeri untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

KLIK DISINI

Heri Alfian
21 Agustus 2017. Mentari 16 Agustus 2017 telah menampakkan kilaunya di celah jendela kaca usang yang tentunya memaksa mata ini untuk terbuka, memulai petualangan yang telah kupersiapkan selama beberapa hari. Sebuah pengalaman dan petualangan baru yang tentunya akan memberi sedikit warna dalam cerita hidup ini hingga kelak bisa kuceritakan ke anak cucuku.
Namaku Heri Alfian. Aku hanyalah seorang mahasiswa semester akhir jurusan pendidikan Bahasa Inggris di sebuah Perguruan Tinggi Negeri (UNM) yang tentunya belum mengetahui banyak tentang arti relawan itu sendiri. Sambil menikmati suka duka semester akhir, aku memutuskan untuk mencari pengalaman baru di dunia relawan yang merupakan program Komunitas Koin untuk Negeri (KUN) bernama Sekolah Jejak Nusantara (SEJARA). Bulukumba adalah tanah kelahiranku dimana aku menghabiskan masa kecil yang tentunya tidak bisa lagi dinikmati oleh anak dijaman modern ini.
Jam dinding telah menunjukkan pukul 05.30 WITA, semua barang bawaaan tela ter-packing rapi dalam tas ransel harianku. Sisa bekal untuk perjalanan yang harus kupersiapkan sesegera mungkin mengingat waktu keberangkatan yang semakin sempit. Sesegera mungkin ku lahap sarapan sederhana di atas meja dan kemudian bergegas membersihkan diri.
Pukul 16.15 WITA, ku tancap gas motorku menjemput teman di kediamannya yang kemudian bersama-sama kami menuju ke titik pemberangkatan (Basecamp KUN). Adanya beberapa masalah teknis membuat kami mengundur keberangkatan sekitar 2 jam dari jadwal. Pukul 09.30 WITA sekitar 43 relawan berangkat bersama dengan menggunakan motor masing-masing menuju ke Dusun Bara, yang merupakan titik awal kami untuk melangkahkan kaki menuju Dusun Bara, tempat kami akan memberikan secercah harapan dalam hidup adik-adik di dusun tersebut. Sekitar 4 jam perjalanan melewati jalur beraspal, beton yang akhirnya berubah menjadi jalanan tanah berbatu melengkapi awal petualangan kami.
Sesampai di Dusun Bara, kami pun menitipkan kendaraan, dan bergegas membuka perbekalan yang telah kami sediakan sebelumnya. Kebersamaan pun terasa kental diantara kami meskipun berapa dari kami belum mengenal satu sama lain. Bahkan makanan yang terasa hambar akan terasa nikmat apabila dinikmati dalam suasana kekeluargaan yang disajikan oleh Komunitas Koin untuk Negeri (KUN) ini. Tak lupa pula kami menengadahkan do’a kepada yang maha kuasa demi kelancaran perjalanan kami.
Jam menujukkan pukl 16.00 WITA, segala perlengkapan telah tersedia. Beberapa teman telah siap dengan ransel di punggung dan beberapa jinjingan di tangan. Barang-barang perbekalan sebagian diangkut dengan motor yang telah dimodifikasi khusus tentunya untuk adaptasi trek menuju ke Dusun Bara yang konon katanya susah untuk dilewati tanpa adanya pengalaman dan skill khusus dalam berkendara. Perjalanan pun kami mulai dengan menyusuri jalan tanah berbatu yang masih merupakan jalur kendaraan. Beberapa menit kemudian jalur mendaki mulai tersuguh dihadapan kami. Tak cuma itu, hutan pun mulai kami susuri karena katanya bila kita melewati jalur kendaraan, jalurnya lumayan jauh.

Setelah menembus hutan, kami kembali ke jalur kendaraan, namun kami harus melepas penat terlebih dahulu sambil menikmati seteguk air yang telah kamis sediakan masing-masing. Saya sendiri harus melepas ransel dan kembali ke hutan karena salah seorang teman relawan mengalami kecapaian, mungkin karena kurangnya latihan-latihan kecil sebelum pemberangkatan. Namun, alhamdulillah beliau masih bisa melanjutkan perjalanan setelah istirahat beberapa saat. Tekad kami semakin tinggi mengingat bahwa adik-adik Dusun Bara telah menunggu kedatangan kami. Berbagai trek pun kami lewati dengan semangat. Mendaki gunung lewati lembah tidak ada apa-apanya apabila niat baik selalu tertanam dalam jiwa.
Beberapa teman-teman relawan bernyanyi supaya konsentrasi kami tidak terlalu tertitik pada curamnya jalur yang kami lewati. Rasa lelah dan penat buyar seketika sesaat kami tiba di sebuah bukit yang menurut teman-teman bernama bukit teletubbies, tokoh boneka masa kecil kami yang memiliki taman bukit hijau sejauh mata memandang. Yah, bukit ini kurang lebih sama dengan apa yang ada dalam serial tokoh boneka tersebut. Yang paling menentramkan hati adalah kami diberikan suguhan sunset yang indah tiada tara diantara gunung dan lebatnya pohon pinus disekitar kami.
Teman-teman pun hanyut dalam keindahannya.

Tak lupa pula kami mengabadikan moment dengan beberapa dslr dan kamera gadget yang kami bawa. Setelah mentari lenyap dibalik bukit, suasana pun mulai gelap. Beberapa teman sudah siap dengan senter masing-masing. Kami pun melanjutkan perjalanan ditemani dengan tarian cahaya senter dan sahutan binatang malam yang semakin menambah indahnya perjalanan kami. Udara dingin pegunungan mulai merasuki panca indera perasa kami. Namun karena metabolisme yang terus berjalan membuat hal itu tersepelekan.
Pukul 20.00 WITA akhirnya kami sampai di rumah kepala dusun yang nantinya akan menjadi kediaman kami selama 4 hari kedepan. Tak ada lagi hiruk pikuk perkotaan yang terngiang di telinga kami, yang ada hanyalah suara angin dan binatang malam yang bersahutan. Setelah membersihkan diri, kami pun menikmati makan malam yang sederhana namun tetap nikmat dalam kentalnya kebersamaan. Tak lupa pula kami melakukan briefing bersama semua relawan demi sukses nya kegiatan menyambut hari kemerdekaan negeri ini besoknya. Setelah semua agenda terlaksana, bantal berupa tas pun siap menemani kami menuju hari esok yang lebih indah.
Megahnya sang surya 17 Agustus 2017 telah menyambut kami di dusun Bara, segala hal telah kami persiapkan untuk menyambut hari kemerdekaan Indonesia yang ke-72 ini. Beberapa relawan sibuk membuat perlengkapan lomba yang tentunya bertujuan untuk menyenangkan hati para siswa yang sudah terlihat antusias menonton kami melakukan persiapan. Setelah semuanya siap kami pun bergegas menuju ke sekolah yang jaraknya sekitar setengah jam perjalanan dari pemukiman. Kami pun kembali menaiki dan menuruni gunung untuk sampai kesana. Beberapa menit berselang, kami pun mulai disambut oleh siswa yang sudah lebih dahulu tiba disekolah.

Dari luar kondisi sekolah tampak gagah dengan latar pegunungan yang memukau mata. Namun, hal itu tak kalah memukau dengan kondisi kelas yang tentunya membuat dada ini kembali bergetar. Bagaimana mungkin siswa SD dan SMP belajar dalam ruangan yang hanya terdiri dari 3 ruangan kelas yang hanya dipisahkan dengan sekat kayu seadanya serta kondisi bangku kelas yang sepertinya hanya terbuat dari sisa-sisa kayu yang dibuat sedemikian rupa sehingga bisa diduduki namun jauh dari kesan nyaman.
Lantai kelasnya pun tak kalah memprihatinkan, hanya beralaskan tanah yang tentunya menerbangkan debu apabila ditapaki oleh beberapa orang. Dalam benak ini aku bergumam, “bagaimana para siswa akan berkonsentrasi apabila terjadi kegaduhan dikelas sebelah yang notabene pemisahnya hanyalah dinding usang sebatas leher orang dewasa? Tentunya suara akan bercampur aduk dan ukuran keefektifan dalam kelas tentunya tak akan terpenuhi.” Sungguh luar biasa perjuangan adik-adik di dusun ini. Tak ada ekspresi sedih dalam raut wajah mereka. Hanya senyum indah kebahagiaan yang merekah di wajah mereka. Sudahlah. Larut dalam kesedihan hanya akan memberikan aura negatif kepada mereka. Inilah waktunya untuk menyalurkan niat baik kami entah dalam segi materi maupun jasa.
Setelah menilik sedikit tentang kondisi sekolah, upacara 17 Agustus 2017 pun dimulai. Semua peserta upacara terlihat hikmat dalam menjalankan tugas masing-masing. Pertama kalinya dalam hidupku menyanyikan lagu Indonesia Raya di atas gunung yang menyajikan pemandangan indah yang tentunya melucut semangat nasionalisme dalam diri ini. Setelah upacara selesai dengan tertib, kami mengarahkan adik-adik menuju pemukiman untuk ikut berpartisipasi dalam lomba yang telah kami agendakan. Selama berlangsungnya lomba, semangat 17-an nan meriah dan penuh kebahagiaan terlukis dalam raut wajah mereka. Yah, katanya ini acara 17-an pertama yang mereka lakukan di dusun ini. Teriknya matahari tak mereka hiraukan. Begitupun dengan teman-teman relawan yang mengawasi jalannya perlombaan.
Hari 17 Agustus 2017 kami lewati dengan penuh canda tawa dan kebahagiaan. Begitupun hari-hari selanjutnya dimana kami memberikan pelajaran yang Insya Allah berharga untuk masa depan adik-adik. 18 dan 19 Agustus kami lewati dengan 4 program kelas yang memang merupakan program khusus Sekolah Jejak Nusantara (SEJARA) yang berupa kelas kreativitas, kelas literasi, kelas alam dan kelas inspirasi. Antusias adik-adik dusun Bara memberikan semangat tersendiri selama proses belajar mengajar. Tak hanya itu, para warga dan orang tua siswa kadang terlihat ikut menyaksikan jalannya proses setiap kelas. Entah apa yang terbersit dalam benak mereka melihat kami memberikan sedikit harapan terhadap anak-anak mereka.
Tak terasa hari terakhir telah tiba yang merupakan hari bagi kami untuk kembali ke bisingnya suasana kota. Namun, sebelum pamit, kami memberikan sedikit bantuan berupa tas sebnayak 36 buah yang diberikan untuk para siswa sekolah dasar. Tentunya kami membutuhkan lebih dari itu untuk meberikan senyum bahagia bagi semua siswa yang berjumlah 118 itu. Hanya sebuah kalimat harapan yang kami sampaikan kepada mereka. “Insya Allah bulan depan kami akan kembali bertemu kalian dik”. Para warga pun menemani kepergian kami dengan berkumpul disekitar area rumah bapak dusun setempat. Air mata menetes di sudut mata kami melihat mereka melambaikan tangan mengucap perpisahan. Yah, setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Hanya lambaian tangan berupa balasan yang kami sampaikan sambil berjalan menjauh dari dusun tersebut. Dalam hati kubergumam,” mudah-mudahan saya bisa menginjakkan kaki di tanah ini bulan depan, amin.”
Tak ada hal berarti yang mampu kita lakukan selain dapat berguna bagi orang lain. Dengan pengalaman yang luar biasa ini meskipun hanya terhitung setitik sudah mampu memberikan makna tersendiri tentang apa itu relawan. Apabila kita tidak mampu membantu dalam segi materi, membantulah dalam hal jasa dan pengabdian.
“DARI SUDUT NEGERI KITA MENGINsPIRASI”
AYO JADI RELAWAN!!!
Penyaluran Tas dari KUN

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.