21 Agustus 2017. Hai guys, tanpa tahu siapa saya, pasti malas membaca tulisan saya. So, first let me introduce myself. Saya Hustiana, biasa disapa Husti. 24 tahun silam, saya lahir di salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan dimana masyarakatnya sangat senang membangun dan mempertahankan kebersamaan, persatuan dan kesatuan serta sebagai sumber inspirasi dan motivasi dalam pembangunan daerah pada berbagai aspeknya, tak lain dan tak bukan adalah Kabupaten Sinjai, Tanah kelahiran yang saya kadang kunjungi sesekali setiap tahun dalam waktu 6 tahun terakhir. Kini, saya berdomisili di Kota Makassar, sebuah kota yang tiap hari penduduknya semakin bertambah. Saya pernah menjadi seorang mahasiwi di Universitas Islam Negeri (UIN) alauddin Makassar jurusan Pendidikan Bahasa Inggris angkatan 2011. Dan kini pun, saya masih berstatus mahasiwi di Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Makassar (UNM) dengan jurusan yang sama angkatan 2016.
Ini adalah sepotong cerita singkat tentang sebuah perjalanan yang singkat pula namun penuh makna yakni sebuah perjalanan menjadi relawan di Dusun Bara, Desa Bonto Somba Kec. Tompobulu Kab. Maros Prov. Sulsel selama 4 hari. Menjadi seorang relawan adalah pilihan saya, karena menurut saya secara pribadi, menjadi seorang relawan sangat luar biasa karena kita sudah bisa berkontribusi pada negeri ini meski dengan aksi kecil namun akan membuahkan hasil yang besar, inshaa Allah. Selain itu, ada sejumput rasa bahagia yang muncul saat saya, kalian dan kita semua bisa berbagi. Seperti yang kita ketahui, sebaik-baik manusia adalah mereka yang dapat memberi manfaat bagi orang lain. Salah satunya adalah menjadi seorang relawan dalam program Sekolah Jejak Nusantara. Kita semua bisa berbagi kebahagiaan yang kita miliki dengan orang-orang yang membutuhkan. Meski mungkin yang kita lakukan bukanlah hal besar, namun, percayalah bahwa sebuah kebaikan kecil pun mampu memberi manfaat buat orang lain.
Setelah itu muncullah secuil perasaan bahagia yang mungkin agak sulit digambarkan. Hal itu lah yang saya rasakan setelah berkunjung dan mengabdi di Dusun Bara dalam waktu yang begitu singkat. Di samping itu, dengan menjadi relawan, saya bisa melihat perspektif baru yang sebelumnya belum pernah saya lihat. Yang tadinya saya hanya melihat di televisi, atau mendengar dari orang lain, kini saya sendiri yang terjun langsung ke lapangan dan menemukan hal-hal baru yang tidak pernah saya temukan sebelumnya seperti melihat kondisi Sekolah yang belum layak dikatakan tempat untuk menimba ilmu, sumber daya manusia yang masih kurang serta anak-anak yang kekurangan fasilitas untuk belajar.
Sebagai mahasiswi jurusan pendidikan bahasa inggris, mengajar adalah makanan empuk bagi saya. Oleh karenanya, menjadi relawan dan mengajar adik-adik di Dusun Bara adalah hal yang sangat menginspirasi dan menjadi referensi baru buat saya untuk menjadi pengajar professional di masa depan. Saya bisa merasakan dan melihat, perbedaan anak-anak yang kekurangan fasilitas namun masih semangat untuk belajar dibanding anak-anak kota yang serba berkecukupan namun masih tidak peduli betapa berharganya belajar untuk hari tua. Selain itu, saya bisa melihat sosok tegar seorang guru yang mempunyai tekad yang kuat bak baja untuk mencerdaskan anak-anak di Dusun Bara. Sang guru rela kembali ke kampung halaman dengan berbekal ilmu pengetahuan yang didapatkan di bangku kuliah dan menolak pekerjaan yang gajinya lebih tinggi demi membangun kehidupan Dusun yang lebih baik.
Saya datang untuk menginspirasi mereka, namun justru saya yang terinspirasi. Saya banyak belajar dari adik-adik di Dusun Bara bahwasanya untuk menjadi cerdas tidak harus serba berkecukupan, namun dimulai dari tekad yang kuat untuk belajar. Saya pun terinspirasi dari Ibu Jannah, guru di sekolah itu, bahwa seorang pendidik sejogjanya harus punya semangat, cita-cita, serta ketulusan dari dalam hati yang paling dalam untuk mencerdaskan generasi tanpa memikirkan materi. Karena, di saat anak-anak bangsa yang telah kita didik meraih kesuksesan di masa depan, sebagai seorang guru, akan ada kebahagian tersendiri yang tumbuh di dalam hati yang tidak akan bisa digambarkan dengan kalimat-kalimat puitis apapun.
Seorang bijak mengatakan, Lebih Baik Menyalakan Lilin daripada Mengutuk Kegelapan. Inilah yang saya temukan setelah menghabiskan 4 hari di sana. Saya sering mendengar, masih banyak anak-anak Indonesia di berbagai pelosok daerah terpencil yang membutuhkan pendidikan yang layak, salah satunya adalah Dusun yang telah saya kunjungi, Dusun Bara. Namun, pemerintah masih acuh tak acuh tentang hal ini. Masyarakat pun hanya berpangku tangan menunggu keajaiban datang dari langit, bak hujan turun di kala terik. Berharap generasi kita bisa menjadi penerus yang dibanggakan di masa depan dengan hanya berpangku tangan.
Sekali lagi Tidak! Hal itu tidak akan terjadi.. Oleh karenanya, menjadi salah satu relawan yang bisa berkontribusi dibidang pendidikan dan sosial setidaknya bisa memberikan secuil kebahagiaan untuk mereka dan meringankan beban yang mereka alami.
Dengan menjadi relawan di program SEJARA Koin Untuk Negeri (KUN) bisa membuka pikiran saya tentang arti kehidupan yang sebenarnya, saya belajar memahami perbedaan, saya belajar tentang ketulusan hati berbagi, berempati, dan tentu saja ini akan membentuk kepribadian yang lebih baik. Menjadi relawan memang butuh komitmen dalam diri sendiri untuk mengabdi dan berkontribusi dengan merelakan waktu, tenaga, pikiran, maupun materi untuk kehidupan anak bangsa menjadi lebih baik.
Terima kasih, Koin Untuk Negeri yang telah mengizinkan saya bergabung dan mengabdi menjadi seorang relawan. Terima Kasih adik-adik, ibu guru, dan masyarakat Dusun Bara. Salam Relawan!
Posting Komentar