Ayo Berdonasi untuk Pendidikan

Semua manusia dilahirkan dengan kemampuan untuk mengubah hidup orang lain. Memberi adalah salah satu kemampuan itu. Mari bersama-sama wujudkan mimpi adik-adik di sudut negeri untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

KLIK DISINI

Irsan Relawan Angk. 3 SEJARA
Nama saya Irsan Nur, tapi biasa di panggil Irsan atau Iccank. Saya adalah anak paling bungsu dari tiga 3 bersaudara. Saya berasal dari daerah paling selatan dari Sulawesi, sebuah kabupaten yang sering dijuluki “The Hidden Paradise” yaitu Kabupaten Kepulauan Selayar. Riwayat pendidikan saya dari SD, SMP dan SMA saya habiskan di daerah tempat tinggal orangtua saya yaitu Kecamatan Bontosikuyu, Kab. Kepulauan Selayar. Setelah menyelesaikan masa studi di jenjang sekolah, saya pindah domisili ke Gowa dan tinggal bersama kakak yang sudah belasan tahun bermukim dan mengabdi sebagai guru SMA di daerah ini. Saya kemudian melanjutkan studi ke jenjang S1 di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (sampai sekarang), jurusan Bahasa dan Sastra Inggris. Pertama kali saya menginjakkan kaki di kampus yang bernuansa islami ini, saya langsung tertantang untuk ikut terlibat dalam lingkup organisasi setelah senior-senior dengan lantang menyuarakan “wadah untuk berproses menjadi mahasiswa sejati” adalah organisasi. Sebagai mahasiswa yang masih terbilang hijau di ranah ini, saya mulai sering ikut perekrutan, kajian-kajian, diskusi maupun musyawarah organisasi tempatku berproses.

Salah satu stereotype yang sering terjadi pada masyarakat di daerah, khususnya di kampungku adalah mahasiswa itu calon guru. Faktanya jurusanku adalah non-pendidikan, tidak punya mata kuliah yang berhubungan dengan metode pengajaran dan mahasiswanya pun tidak dipersiapkan untuk menjadi guru, jadi salah satu alternatif yang terlintas di pikiranku adalah bergabung dengan organisasi-organisasi di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Saya terlibat di banyak organisasi ekstra maupun intra kampus, bahkan seringkali dipercaya memegang jabatan inti dalam kepengurusan. HmI, HMJ BSI (himpunan mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Inggris), BEM (Badan eksekutif mahasiswa) Fakultas Adab dan Humaniora, Senat Mahasiswa UIN, LSM New Generation Club, GEMPITA (Organda), Eliots Letter dan Kelas Inspirasi Selayar. Semua itu adalah organisasi tempatku berproses atau sering ku sebut sebagai “Kampus kedua”. Tapi salah satu yang paling berpengaruh akan kecintaanku pada pendidikan di daerah-daerah pedalaman dan terpencil adalah LSM New Generation Club.

Awalnya lembaga ini hanyalah Club Meeting English yang biasa saja yang fokus sebagai wadah pembelajaran bahasa inggris bagi mahasiswa, tapi setelah saya bergabung di tahun 2013 dan menjadi pengurus inti, saya dan beberapa pengurus menyusun rencana untuk menjadikan ini sebagai organisasi yang lebih besar dan terlibat langsung dengan masyarakat terutama dalam bidang pendidikan. Akhirnya awal tahun 2014, NGC resmi menjadi LSM dan rutin melakukan pengajaran bahasa inggris yang bertajuk “English Camp” di daerah-daerah pedalaman Sulawesi. Disinilah saya belajar banyak hal tentang fenomena-fenomana sosial yang terjadi pada masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Semakin banyaknya generasi-generasi muda yang muncul dari daerah terpencil, semakin tinggi tanggung jawab kita untuk ikut berkontribusi dalam menunjang proses pendidikan yang merata pada semua elemen masyarakat. Memang secara formalitas, ini adalah tugas pemerintah dalam menyediakan fasilitas dan tenaga pendidik sampai ke pelosok negeri, tapi keterbatasan yang lumrah dimana setiap kebijakan maupun sistem birokrasi yang terkadang terkesan “Unfair” untuk daerah pedalaman memaksa nurani untuk ikut membantu pemerintah dalam membentuk karakter calon generasi penerus bangsa yang intelektual dan bermartabat sesuai dengan cita-cita INDONESIA EMAS di masa yang akan datang. Saya pikir kakak-kakak panitia maupun pengurus Sekolah Jejak Nusantara sudah mengerti alasan utama saya mengikuti program ini.

Pemerintah selaku pihak yang bertanggung jawab dalam meningkatkan mutu pendidikan seringkali membuat kebijakan-kebijakan baru, salah satu contohnya adalah program KTB atau Kelas tuntas berkelanjutan. Ini adalah sebuah kebijakan yang ditempuh Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa yang menekankan pada pelayanan pendidikan berkualitas dan komprehensif kepada peserta didik yang memposisikan peserta didik sebagai subjek dalam belajar sehingga mampu mengembangkan potensi dirinya secara maksimal. Saya sangat setuju dengan program ini, berkaca dari pandangan mantan bupati Gowa sebelumnya, bapak Ihsan Yasin Limpo bahwa sejatinya tidak ada murid atau peserta didik yang bodoh. Justru fenomena yang mengemuka pada proses kegiatan mengajar adalah kemampuan daya tangkap murid yang berbeda-beda dalam menerima mata pelajaran dari guru. Kemampuan daya tangkap murid, ada yang lemah, sedang dan kuat. Bagi murid yang memiliki kemampuan daya tangkap lemah dan sedang menjadi tugas ekstra guru untuk melakukan pengayaan dan remedial pada mata pelajaran tertentu lebih intens lagi.

Kendati baru beberapa tahun lebih pelaksanaan KTB, tampaknya terlalu dini untuk dievaluasi apakah program tersebut berhasil atau tidak. Namun, realitas menunjukkan di lapangan, puluhan sekolah dasar, SMP dan SMA dalam wilayah Kabupaten Gowa pada akhir-akhir ini, tak ada satu pun murid yang tinggal kelas. Dibandingkan, sebelum berlaku program KTB, setiap sekolah selalu saja ada murid yang tidak naik kelas dengan berbagai alasan, seperti malas ke sekolah dan belajar serta putus sekolah karena problem keluarga. Karena program KTB berjalan bersamaan dengan program pendidikan gratis sejak beberapa tahun silam, maka di Kabupaten Gowa tak lagi mengenal istilah tinggal kelas, bahkan tak ada lagi anak usia sekolah yang tidak mengenyam pendidikan karena faktor kesulitan biaya pendidikan, Sebab, Pemkab Gowa telah menggratiskan atau membebaskan biaya pendidikan kepada murid yang ada disekolah baik negeri maupun swasta dalam wilayah Kabupaten Gowa.

Salah satu kebijakan terbaru yang diluncurkan oleh pemerintah adalah adanya program full day school di sekolah-sekolah. Full day school atau sekolah seharian penuh adalah program yang di buat oleh menteri pendidikan dan kebudayaan Muhadjir Effendy, dan di usulkan penerapannya di seluruh sekolah yang ada di indonesia, mulai dari tingkat SD,SMP sampai SMA. Program full day school ini bertujuan untuk membentuk karakter dan kepribadian anak. Dan juga mengurangi resiko pergaulan bebas seperti, memakai narkoba dan tindak kriminal lainnya. Tentu saja kalau di tinjau dari segi waktu dan tempat penerapannya, ini masih menjadi sebuah wacana yang kontroversial. Salah satu kendala terbesarnya adalah fasilitas. Di tiap sekolah pastilah memiliki fasilitas yang berbeda-beda, terutama di daerah pedesaan yang masih minim akan fasilitas, sedangkan untuk menerapkan fullday scholl di butuhkan fasilitas yang lengkap dan memadahi. Seperti ruang kelas, musolah, kantin,laboratorium dan lainnya yang menunjang berlasungnya program fullday school tersebut. jangankan untuk laboratorium, terkadang ruang kelas saja masih berganti-gantian. Berbeda dengan sekolah-sekolah yang ada di daerah perkotaan terutama sekolah swasta.

Mereka sudah bisa di katakan siap untuk program full day schooll karena sudah mempunyai fasilitas yang lengkap. Menurut saya, seharusnya pemerintah perlu melengkapi fasilitas sekolah-sekolah yang ada di pedesaan, yang masih sangat minim akan fasilitas. Dengan begitu masyarakat yang ada di pedesaan bisa menempuh pendidikan dengan layak.Jangan hanya memfasilitasi sekolah-sekolah yang ada di daerah perkotaan saja. Jika semua sekolah di indonesia sudah memiliki fasilitas yang memadai, apakah itu sudah cukup untuk menunjang berlangsungnya program fullday school? TENTU TIDAK!! Karena masih banyak hal yang masih harus di benahi, salah satunya tenaga pengajar. Untuk mengimplementasikan fullday school tersebut tentunya memerlukan guru-guru yang up-date akan pengetahuan dan teknologi sesuai dengan perkembangan zaman. Dan di indonesia juga masih terkendala akan hal tersebut, contohnya saja sekolah di pedesaan, disana hanya memiliki sedikit sekali tenaga pengajar yang seharusnya sudah pensiun tetapi masih tetap mengajar. Tentunya mereka mengajar menggunakan metode yang bisa di bilang tertinggal. Dan hal ini tidak bisa di gunakan dalam program belajar full day school. Untuk menerapkan program fullday school di indonesia pemerintah hendaknya memperhatikan terlebih dahulu sarana dan prasarana sekolah-sekolah yang ada di indonesia, apakah sudah benar-benar memadahi untuk mengimplementasikan program tersebut atau tidak. Dan jika program fullday school benar-benar diterapkan di seluruh sekolah di indonesia,maka pemerintah harus membangun dan melengkapi sarana dan prasarana sekolah-sekolah yang ada di indonesia, terutama yang ada di pedesaan. Dan juga mempersiapkan tenaga pengajar yang up-date, barulah program full day school bisa di implementasikan di indonesia. SALAM RELAWAN!

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.