Ayo Berdonasi untuk Pendidikan

Semua manusia dilahirkan dengan kemampuan untuk mengubah hidup orang lain. Memberi adalah salah satu kemampuan itu. Mari bersama-sama wujudkan mimpi adik-adik di sudut negeri untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

KLIK DISINI

                                       KERINGAT DAN SENYUMAN
                                        Penulis: Muh Fikri

 

 Cerita singkat pengalaman menjadi Relawan pendidikan dipelosok.

 Siang berganti malam, perjalanan jauh dari pusat kota menuju pelosok desa yang berada di

pucuk gunung Dusun Buntu Lumu, Desa Batu Putih, Kecamatan Burau, Kabupaten Luwu

Timur. Sekolah kelas jauh yang berada diatas puncak gunung yang menjadi tempat pengabdian

SEJARA Komunitas Koin Untuk Negeri Cabang Palopo. Sekolah yang jauh dari kata layak

untuk digunakan, bangunan kecil yang terdiri dari 2-3 ruangan yang dipetak-petakan. hanya

terbuat dari papan kayu yang sudah lapuk termakan usia dan hanya berlantaikan tanah merah.

Sekolah yang belum tersentuh fasilitas sarana dan prasarana yang layak. Disekolah ini

terdapat beberapa anak penerus bangsa yang mengeyam pendidikan dengan penuh ceria dan

semangat dengan fasilitas pendidikan seadanya. Namun dibalik senyuman yang indah itu

mereka harus menempuh perjalanan jauh melalui hutan lebat dan juga jurang, lokasi

pemukiman warga yang cukup jauh dari sekolah membuat mereka harus berjalan kaki dijalan

setapak yang licin dan terjal sehingga diantara anak-anak ini pun masih ada yang hanya

mengenakan sendal bahkan tanpa alas kaki untuk kesekolah. Seberangkatnya kami para

relawan dan anak-anak SD menuju sekolah terdapat perbedaan yang mencolok yaitu

KERINGAT yang mengucur dan SENYUMAN yang membuat hati seakan berfikir “dibalik

keluh kesah kita yang mengeyam pendidikan di kota terdapat perjuangan dari anak kecil yang

begitu semangat ingin merasakan pendidikan dipelosok desa”. Setibanya disekolah lokasi

pengabdian lelah, letih, lesuh seakan terbayarkan ketika melihat anak-anak SD Buntu Lumu

begitu semangat dan ceria ketika berada disekolah.

Apapun yang dilakukan oleh seseorang itu, hendaknya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri,

bermanfaat bagi bangsanya, dan bermanfaat bagi manusia di dunia pada umumnya Ki

Hadjar Dewantara.

#DARISUDUTNEGERIKITAMENGINSPIRASI


 

“Insan Penginspiratif Anak Bangsa”

Sebuah Refleksi oleh Kak Raka - SEJARA XXXII

Orang berilmu pengetahuan ibarat gula yang mengundang banyak semut. Dia menjadi cahaya bagi diri dan sekelilingnya. - Abdullah Gymnastiar

Insan yang paling mulia adalah insan yang berilmu dan dapat mengajarkan ilmunya kepada orang lain dan Manusia adalah makhluk yang sangat mulia karena pikiran dan pengetahuannya. Tak terpungkiri bahwa pendidikan adalah hal yang sangat esensial dalam perkembangan dan kemajuan bangsa. Tanpa pendidikan yang layak, dapat dipastikan bangsa tersebut tidak akan maju dampak kualitas SDM yang buruk.

Sekolah Jejak Nusantara (SEJARA) merupakan bentuk dari kepedulian teman-teman Komunitas Koin Untuk Negeri terhadap perkembangan pendidikan di pelosok negeri. Adik-adik yang jauh dari hiruk pikuk kota dan jauh dari perkembangan teknologi sangat membutuhkan kehadiran kakak-kakak relawan yang peduli terhadap kemajuan pendidikan mereka. 

Saya sangat berterima kasih kepada Komunitas Koin untuk Negeri yang telah menyelenggarakan kegiatan ini dengan sangat baik karena telah mewadahi para pemuda-pemudi yang bersedia untuk menjadi relawan yang sangat banyak memberikan pengalaman yang tak terbayarkan bagi kami para relawan SEJARA. Pun, saya memberikan apresisasi sebesar-besarnya terhadap relawan angkatan Selalu Bersama (SALMA)-angkatan XXXII dan kelas Inspirasi yang telah membersamai saya dalam menjalankan kegiatan yang luar biasa ini.


         Gambar 1. SEJARA ANGKATAN XXXII

Sekolah Jejak Nusantara merupakan kegiatan relawan mengajar pertama kali yang saya ikuti dan rasakan besar manfaatnya. Banyak hal yang dapat saya petik dari setiap prosesnya. Mulai dari proses pembentukan rancangan pembelajaran, pemberangkatan sampai sukses terlaksananya Kelas Inspirasi. Ternyata menjadi insan yang peduli terhadap manusia yang lain adalah aktivitas yang sangat menyenangkan. Melihat senyum dari adik-adik mendapatkan ruang  yang membawa saya untuk kembali mengingatkan akan masa kecil saya dahulu. Diusia kanak-kanak (5-11 tahun) merupakan fase dimana bermain adalah aktivitas yang paling menyenangkan dan sangat mudah untuk mengingat kenangan-kenangan yang menyenangkan tersebut. Disitulah para relawan SEJARA hadir dan membersamai adik-adik untuk menginspirasi adik-adik melalui aktivitas-aktivitas yang menarik dan menyenangkan. 

        Saya yakin dan percaya bahwa SEJARA akan membawa pengaruh dan dampak besar bagi masa depan Bangsa Indonesia. Pun dengan para relawan yang telah mengabdikan dirinya untuk menjadi relawan mengajar akan mendapatkan banyak pengalaman berharga dan juga amal ibadah yang berlimpah dari Tuhan YME. Aamiin..

#DariSudutNegeriKitaMenginspirasi

 





    Pendidikan adalah kebutuhan untuk setiap manusia, karena pendidikan itu sendiri menyangkut kebutuhan akan masa depan yang lebih baik. Di Indonesia masalah pemerataan pendidikan masih menjadi salah satu masalah yang serius yang ada di Indonesia, terutama dari segi sarana belajar mengajar dan perekonomian beberapa warga di pedalaman yang kurang mampu serta kurang terekspose, menjadikan angka siswa putus sekolah seringkali melonjak di daerah pelosok negeri. Belum lagi dengan lokasi sekolah yang sulit diakses menjadi faktor “pelengkap”, kurangnya minat siswa di pedalaman untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

        Atas dasar permasalahan inilah yang mendorong kami, Tim Ekspedisi Komunitas Koin untuk Negeri, mencoba untuk menjelajahi pedalaman untuk kesekian kalinya, mencoba untuk menemukan sekolah-sekolah “tersembunyi” sembari membawa amanah berupa donasi perlengkapan sekolah, hasil sumbangan dari donatur dermawan kami pada setiap sesi agenda “Tunjuk Satu Koin” yang rutin kami adakan setiap bulannya. 


    Pada hari Sabtu, 14 Oktober 2023, Tim Ekspedisi Komunitas Koin untuk Negeri, melakukan perjalanan yang cukup panjang menuju Desa Bonto Somba, Kec. Tompobulu, Kab. Maros. Perjalanan kami kali ini diawaki oleh Kak Heru, Kak Rahim, Kak Key, Kak Ari, Kak Fahrul, dan saya sendiri, Kak Tom, menyusuri perjalanan sejauh hampir 60 Km menggunakan sepeda motor selama hampir 2 jam menuju lokasi sekolah. Adapun perjalanan kami ditemani pula oleh bapak Kepala Sekolah SD 246 Bonto Somba, yang sebelumnya telah kami kontak via telepon untuk membantu mendampingi menuju lokasi.

 
    Perjalanan dimulai pada pukul 08.00 WITA, Tim berangkat dari kediaman masingmasing menuju ke lokasi kumpul yang telah ditentukan sebelumnya yaitu simpang tiga jalan dekat Markas Yon Zippur di daerah Kec. Moncongloe, Maros. Setelah tim berkumpul, kami melanjutkan perjalanan dan saat tiba di sebelum Desa Pucak, Kec. Tompobulu, kami bertemu dengan Pak Kepala Sekolah, yang kemudian mengantarkan kami hingga sampai di lokasi sekolah. Kontur jalan yang kami lewati cukup bervariatif yang mana diawal perjalanan, kami masih bisa “menikmati” jalan beton yang cukup bagus, namun menjelang 5 Km sebelum sampai di sekolah, kami harus menghadapi jalan tanah berdebu dengan medan pegunungan yang cukup menantang. Namun hal ini dibayarkan oleh panorama alam desa Bonto Somba yang asri menawan menyegarkan mata.
    

        Tak terasa setelah perjalanan melewati jalan tanah nan berdebu selama 30 menit, kami tiba di lokasi tujuan akhir kami, SD 246 Bonto Somba. Setelah perkenalan singkat sembari meminta izin dari para guru untuk “mengambil alih” kelas sementara waktu, kami pun menuju ke ruang kelas yang ditentukan. Begitu masuk kedalam tampak siswa telah duduk rapi menanti, beberapa seperti memasang tatapan sedikit “menyelidik” kepada kami. Tim kami segera menyadari hal itu dan dengan sigap mulai mencairkan suasana seraya melakukan perkenalan dengan adik-adik siswa, plus beberapa ice breaking seru. Benar saja, tak perlu waktu lama bagi kami untuk bisa akrab dan mengajak seluruh siswa bermain sambil belajar bersama. Waktu berlalu begitu cepat hingga tak terasa kami telah membersamai adik-adik siswa selama lebih dari 1 jam. Di akhir sesi belajar mengajar, tim ekspedisi KUN membagikan donasi perlengkapan belajar berupa tas sekolah beserta alat tulis kepada seluruh siswa yang mengikuti kelas dan selanjutnya kami melakukan foto bersama siswa dan dewan guru.

        Setelah itu, kami melanjutkan diskusi dengan pak kepala sekolah beserta beberapa guru perihal latar belakang sekolah dan hal-hal lain yang kami butuhkan untuk menjadi base data kami mengenai sekolah yang kami kunjungi. Sambil menikmati kopi dan teh hangat yang disuguhkan, pak kepala sekolah berbagi cerita tentang sejarah sekolah yang dibangun pada tahun 2000an tersebut. Selain itu, kami juga berbagi pandangan dan pengalaman mengenai kemajuan pendidikan khususnya di wilayah pedalaman kabupaten maros, sambil juga memperkenalkan komunitas Koin untuk Negeri serta scope dari komunitas kami yaitu memajukan pendidikan di pedalaman.

        Momen diskusi selama hampir 1 jam itu penuh kehangatan, sehangat kopi dan teh yang disuguhkan kepada kami, namun harus diakhiri mengingat waktu sudah menunjukkan jam pulang sekolah. Setelah berpamitan, kami pun berangkat pulang kembali ke Kota Makassar. Di tengah perjalanan, kami menyempatkan diri untuk singgah di sungai pattiro, yaitu salah satu “Hidden Gem” yang ada di pedalaman Kabupaten Maros, untuk melepas lelah sambil menyegarkan diri dengan berenang ditemani oleh adik-adik yang merupakan warga lokal di desa yang tak jauh dari sungai tersebut, serta menjadi penutup dari perjalanan ekspedisi kami kali ini. Banyak hal-hal baru yang kami dapatkan, seperti sebuah perspektif dari guru-guru yang ditugaskan untuk “mengawal” tugas mulia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dari balik keterbatasannya di pedalaman, mengingatkan kita untuk selalu senantiasa bersyukur dan berbagi dengan segala kelebihan yang diberikan. Dan cerita ekspedisi kali ini akan selalu terkenang hingga jauh ke masa depan. Salam ekspeditor pelosok negeri, DARI SUDUT NEGERI, KITA MENGINSPIRASI.





Banyak cara mengartikan sebuah perjalanan, banyak cara memaknai sebuah petualangan Seperti yang teman-teman lakukan pada tanggal 30 Juli kemarin, melaksankan kegiatan penyaluran donasi ke pelosok yang bertempat di salah satu daerah Kab Gowa, tepatnya di Dusun Bulo-Bulo Desa Rannaloe Kec. Bungaya. Tim kami berjumlah 4 orang yang terjun langsung ke lokasi dalam misi penyaluran berupa donasi tas sekolah kepada anak-anak di sana, total ada 24 buah tas yang teman-teman salurkan ke 24 orang anak yang membutuhkan, kegiatan ini merupakan suatu bentuk kepedulian teman-teman Komunitas Koin Untuk Negeri terhadap pendidikan di Indonesia khususnya yang berada di pelosok, meskipun hanya sebuah gerakan kecil semoga selalu menjadi manfaat bagi anak-anak di sana.

Dari Sudut Negeri Kita Menginspirasi

 


     BUNTU LUMU SURGA YANG TERSEMBUNYI

proses mengajar di luar kelas di Dusun Buntu Lumu, desa Batu Putih, Kec. Burau Kab. Luwu timur Prov. Sulawesi Selatan.

Namaku Indra Asmadi, KUN adalah komunitas yang membawaku sampai ditempat ini, SD Buntu Lumu tepatnya di Dusun Buntu Lumu, desa Batu Putih, Kec. Burau Kab. Luwu timur Prov. Sulawesi Selatan. Bukan pilihan muda untukku mengikuti kegiatan sekolah jejak nusantara (SEJARA) yang diadakan komunitas ini karena saya harus mengorbankan waktu dan tenaga serta meninggalkan pekerjaan dan rutinitas lainku dikota. Menyesal? Tentu tidak, ini adalah bagian dari mimpiku bertemu dengan anak-anak pelosok negeri untuk berbagi literasi.

Buntu Lumu, sebuah tempat yang minim mendapat sentuhan pembangunan, listrik terbatas, sinyal telpon sulit, bahkan jalanpun tidak beraspal. Meskipun demikian, pendidikan tetap harus menjadi prioritas bagi siapapun yang sudah masuk kedalamnya, meski harus merasakan kisah getir di setiap harinya.

Rasa cinta yang besar membawaku mengabdi dipelosok negeri, ya.. Aku ingin memanfaatkan usia mudaku agar memiliki arti Karena bagiku masa muda hanya sekali dan tua itu tak pasti. Mereka adalah alasan saya tetap bertahan mengabdikan diri selama beberapa hari, yah... mereka anak-anak pelosok negeri di Buntu Lumu, yang tak menyerah pada kondisi, mereka yang berjuang untuk masa depan, mereka yang kesehariannya jauh berbeda dengan anak-anak dikota, sungguh perjuangan yang sama sekali tidak dirasakan anak-anak diperkotaan.

Selama pengabdian, ada banyak pelajaran yang saya jumpai dari anak-anak pelosok ini, Siswa di Buntu Lumu itu tidak cukup berjuang pergi dan pulang sekolah yang setiap hari melewati jalan setapak yang kiri kananya jurang dan dikelilingi hutan yang lebat, tapi juga sekolah yang jauh dari kata layak, atap yang bocor, bangunan yang masih menggunakan kayu, bahkan kayu yang digunakan sebagian dimakan rayap.

Menggunakan alas kaki seadanya, bahkan kadang dengan kaki telanjang, kadang juga bertemu dengan hewan buas yang tentunya setiap saat mengancam keselamatan mereka. Belajar dengan fasilitas yang sangat tidak layak, sekolahnya yang beralaskan tanah, ruangan dan guru yang terbatas yang mengharuskan mereka belajar bergantian, kadang juga digabung dan atap yang tak sanggup lagi menahan air hajan ketika hujan yang menyebabkan seluruh ruangan dan fasilitas lainnya terendam. Tapi itu semua tidak menghalangi semangat mereka untuk tetap belajar.

Senyum dan semangat mereka yang membuat saya meneteskan air mata tanpa sengaja. Di tengah keterbatasan, mereka masih bisa tersenyum dengan ikhlas, di Buntu Lumu aku melihat sekeping surga yang tersembunyi yang jika kulihat terasa getar di hati dan rasa tenang yang tidak pernah terlupakan, Sungguh kebahagiaan ini sangat nyata.

 

Buntu Lumu, surga yang tersembunyi.

Se you next time....

 

Penyaluran donasi di MIS GUPPI BORONGBUAH, DUSUN BORONGBUAH, DESA RANNALOE, KAB. GOWA telah dilakukan pada Sabtu, 21 Mei 2023. Sebanyak 4 relawan terjun ke lokasi mewakili komunitas untuk memberikan senyuman di wajah adik-adik di sana, donasi tas yang diberikan kepada 30 adik-adik yang merupakan hasil dari patungan celengan yang dikemas dalam program Tunjuk Satu Koin (TSK). Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terkait. Terutama para donatur yang tergabung dalam program TSK.

Bagi teman-teman, sahabat, maupun keluarga. Yuk gabung bersama kami, silahkan siapkan celengan terbaik Anda bulan ini untuk ikut serta memberikan senyum hangat untuk adik-adik di lokasi penyaluran berikutnya.
 ☺️👌🏻
#darisudutnegerikitamenginspirasi #komunitaskoinuntuknegeri #komunitasmakassar 

 

                Small steps for a big dreams


“Just like a pile of sand from which magnificient buildings are built, it still begins with a fine grain of sand. That’s how big change begins with the impact of small things, small step”_ Penggalan quotes yang terpikirkan saat saya pertama kali terjun ke dunia volunteering dan ditanya alasan mengapa tertarik untuk join.


Sudah sejak lama saya gelisah dengan sistem pendidikan Indonesia yang mengharuskan semua siswanya menerima materi apapun yang diajarkan di sekolah, apalagi standar penilaiannya yang tak kalah miris. Bagi seorang pelajar sekolah menengah yang saat itu masih belum berpikir terlalu jauh dan beropini terlalu tinggi, masalah sistem pendidikan ini hanyalah objek untuk disalahkan dan dikeluhkan karena menemui pelajaran yang sulit dipahami. Masa itu, jika ditanyai masalah pendidikan di Indonesia, jawabannya itu-itu saja “ketidakadilan sistem pendidikan yang mengharuskan setiap anak pandai disemua bidang atau mata pelajaran yang disajikan di sekolah.” Kalau kata Deddy Corbuzier “mengajari ikan untuk terbang hanya akan membuat si ikan mati.” Jadi, kalau melihat fungsi dan tujuan dari pendidikan sebenarnya sudah dipastikan masih jauh dari kata tercapai. Kalau searching di web ‘apasih fungsi dan tujuan pendidikan?’ jawabannya gak akan jauh-jauh dari ‘untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak peserta didik agar menjadi pribadi yang bermartabat’. Lantas, jika sistemnya masih begitu-begitu saja, jangankan mengembangkan kemampuan peserta didik, mengenali potensi diri saja sangat sulit. Membentuk watak?? Watak seperti apa yang akan terbentuk dari sistem pendidikan yang hanya memandang nilai seorang siswa dari segi angka sehingga membuat siswa menghalalkan segala cara hanya untuk memenuhi tuntutan nilai di atas KKM. Lalu menjadi pribadi yang bermartabat?? Hmm.. terlalu panjang kalau harus dikupas satu-persatu.


“Jahatnya pendidikan di Indonesia adalah membuat siswanya tidak bisa yakin dan confidence bahwa dirinya berbeda dengan orang lain” – Pandji Pragiwaksono. Padahal realitanya, jenis kecerdasan tiap orang saja berbeda-beda (visual, spasial, linguistik, kinestetik, musical, matematis, naturalis, interpersonal, dan kecerdasan intrapersonal). Namun mirisnya di Indonesia, siswa akan terlihat bodoh hanya karena mereka terpaksa mempelajari pelajaran yang sebenarnya dia tidak suka atau tidak sesuai dengan tipe kecerdasannya. Padahal, kita tidak bisa mengkategorikan seorang anak pintar atau bodoh, tidak pantas! Yang ada, tiap anak hanya akan menonjol ke suatu atau beberapa kecerdasan saja. Mereka yang tak terlalu menonjol dalam matematika mungkin lebih handal dalam bidang kesenian dan akan menjadi seorang seniman hebat in the future, no one knows. Hal seperti ini merujuk kepada fakta yang lebih miris alih-alih mendidik siswa. Yup, fakta yang lebih mirisnya yakni sistem pendidikan yang masih keuhkeuh diterapkan di sekolah-sekolah ini akan membunuh kreativitas pelajarnya. Back to the point, siswa dipaksa untuk harus mempelajari hal yang sama, dengan metode yang sama, dan harus mencapai standar penilaian yang sama tanpa peduli apa yang menjadi minat dan potensi siswa yang perlu dikembangkan. Pada akhirnya, hal ini membunuh kreativitas, potensi, dan kepercayaan diri anak, bukan?


Semakin dewasa, memasuki dunia kuliah tentunya dengan pikiran yang sudah jauh lebih terbuka, saya semakin sadar bahwasanya permasalahan pendidikan di Indonesia ternyata bukan hanya sekadar masalah sistem pendidikannya saja. Agustus 2022 untuk pertama kalinya, saya mengikuti rasa penasaran saya selama ini untuk mengikuti volunteer pendidikan ke daerah pelosok. Saat interview, pertanyaan yang sudah saya sangka-sangka ditanyakan lagi saat itu, “Permasalahan pendidikan di Indonesia” namun kali ini yang ditanyakan di pelosok. Saat itu, jawaban yang ada di kepala saya masih sebatas prakira dan khayalan bagaimana kondisi pendidikan di daerah pelosok sana, mengingat selama ini yang saya temui hanyalah masalah-masalah yang kita hadapi di daerah yang sudah terbilang maju. Pertanyaan lainnya, kenapa ingin join volunteer? Jawaban saya saat itu ada di quotes pembuka tulisan ini. Saya rasa, masih sangat mustahil bagi saya berkontribusi besar apalagi jika serta-merta bervisi-misi ingin memperbaiki permasalahan pendidikan di Indonesia. Mengingat juga, pentingnya prinsip 4C (communication, collaboration, critical thinking, and creativity) 21 century skill (keterampilan era-21) yang sangat penting diterapkan di zaman modern ini. Dan saya rasa, menjadi seorang volunteer pendidikan adalah wadah untuk saya bisa memulai langkah-langkah kecil yang diharapkan can make a big impact someday. Atau setidaknya, saya bisa bertemu dan membangun kolaborasi dengan orang-orang dengan pemikiran dan tekad yang sama mengenai pendidikan di negeri ini.


Singkat cerita... 


Kamis, 18 mei 2023 setelah melalui beberapa tahapan, saya Alhamdulillah berkesampatan mengikuti pemberangkatan volunteer pendidikan lagi ke pelosok bersama komunitas Koin Untuk Negeri (KUN), yang berlokasi di Dusun Borongbuah, Desa Rannaloe, Kab. Gowa. Perjalanan kesana saja sudah sangat berkesan, berjalan kaki sama-sama, mendaki dan menuruni gunung diiring pemandangan alam luar biasa yang hampir tak bisa dijumpai di tengah kota yang diselimuti polusi, belum lagi beban yang ditanggung. Bukan tentang beban barang, melainkan beban amanah dan tanggung jawab yang telah setuju untuk kita pikul ke pelosok. Manfaat apa yang kira-kira sedikitnya bisa berkesan bagi adik-adik binaan serta masyarakat setempat nantinya, hal-hal itu sudah terpintas di benak saya sepanjang perjalanan.


Saat sampai ke hunian yang disiapkan untuk kami tinggali, saya tertegun melihat bagaimana warga di sana menyambut kami dengan sangat ramah dan hangat. Melihat adik-adik bermain dengan sangat semangat di lapangan sore itu membuat rasa lelah di perjalanan hilang seketika. Sangat bersyukur rasanya diberi kesempatan sampai kesana. Suasana tenang dan nyaman tanpa gadget dan alarm deadline hehe, warga yang ramah, udara yang sejuk bebas polusi, teman-teman yang asyik, golden view saat sunset, sunrise, apalagi langit malamnya yang MasyaAllah.


Setelah salat subuh, senam dan games pagi (yang jatuhnya lebih ke comedy stages), kita kemudian sarapan dan prepare untuk kesekolah. What a surprise, lagi-lagi kami di sambut dengan sangat ramah dan semangat oleh adik-adik dan pihak sekolah. Bahkan ada persembahan tari kreasi dan tari saman oleh adik-adik MIS Guppi Borongbuah. Setelah sambutan yang amat hangat, kita lanjut membentuk lingkaran besar untuk membuka kelas pertama, yakni kelas agama. Begitu juga dengan kelas-kelas lain berikutnya, selalu dibuka dengan lingkaran besar di mana kami para relawan dan adik-adik bergandengan tangan dan berkenalan. Bagi saya, lingkaran besar ini selain ajang pendekatan kami relawan dengan adik-adik juga menjadi waktu re-charger kami saat pergantian kelas. Setelah megajar dan mengawal adik-adik dari kelas pertama dan akan berganti ke kelas berikutnya, daya kita seperti terisi kembali saat bergandengan tangan dengan adik-adik di lingkaran besar, melihat semangat mereka yang masih menyala di tengah terik matahari yang kian meninggi.


Setiap selesai kelas, salah satu kegiatan yang saya cukup banyak belajar yakni evaluasi. Evaluasi merupakan saat di mana kita berdiskusi dan bertukar pikiran serta pendapat mengenai kelas yang telah dijalankan. Disinilah kita belajar banyak mengenai advantages and disadvantages saat pembelajaran dan apa saja yang kedepannya perlu kita lanjutkan atau hilangkan untuk ketercapaian pengetahuan adik-adik. Sorenya, diisi dengan kegiatan bermain seru bersama adik-adik di lapangan, dan malamnya kembali lagi briefing persiapan untuk kelas berikutnya besok.


Keesokan malamnya setelah serangkaian kegiatan pembelajaran seperti hari sebelumnya dengan kelas yang berbeda, tepatnya malam terakhir kami di Dusun Borongbuah, kami kembali tersentuh oleh antusiasme warga setempat yang mengadakan ramah tamah dan menyajikan cemilan di lapangan diiringi api unggun yang menjadikan malam itu sangat berkesan. Bersama para warga, kami relawan, dan adik-adik Dusun Borongbuah duduk bersama di lapangan diselimuti hangatnya api unggun dan indahnya pemandangan langit bertabur bintang. Kami kemudian kembali membuat lingkaran besar, saling bergandengan tangan, mengelilingi api unggun sambil menyanyikan lagu laskar pelangi. Lagi-lagi, sangat bersyukur diberi kesempatan memiliki moment bersama orang-orang baik di Desa Borongbuah, kesempatan memiliki pengalaman dan memori tak terlupakan serta tentunya bekal ilmu yang sangat bermanfaat untuk dibawa pulang.



Ikut mengabdi ke pelosok membuat saya lebih insightful bahwasanya ternyata tak hanya masalah sistem pedidikan dan masalah kurikulum pembelajaran saja yang menjadi masalah pendidikan di Indonesia. Jauh di pelosok sana yang bahkan mungkin hampir tak pernah tersentuh fasilitas pendidikan yang layak dari pemerintah, puluhan, ratusan, bahkan lebih anak-anak memperjuangkan mimpi mereka. Fasilitas pendidikan dan sarana prasarana yang seadanya, hingga tenaga pengajar yang masih sangat terbatas. Anak-anak di pelosok yang masih sangat semangat belajar dengan cita-cita yang mungkin masih sangat samar dan asing bagi mereka membuka mata kita bahwasanya mereka perlu uluran tangan kita. Kedatangan kita ke pelosok bagi mereka adalah satu titik terang yang memacu mereka agar bisa tetap semangat belajar dan mengejar cita-cita mereka.


Disisi lain, datang ke pelosok merupakan kelegaan tersendiri bagi kita yang tiap hari disesakkan oleh kompetisi ego di tengah kehidupan monoton perkotaan. Di mana semua orang terlihat sibuk bersaing untuk menjadi si paling dalam segala hal hingga lupa diri dan lupa bersyukur. Datang ke pelosok mengobati batin kita dari kejamnya persaingan itu, membuka mata kita dan membuat kita sekali-kali menunduk dan merenung, untuk belajar mensyukuri dan menghargai hal-hal kecil yang kita miliki dalam hidup. Karena itu, bagi saya menjadi seorang relawan pendidikan di pelosok, bukan hanya tentang mengajar, tetapi juga belajar lebih banyak hal. Belajar menghargai, bersyukur, ikhlas, mengontrol ego, problem solving, time management, dan tentunya terus berusaha menjadi manusia yang bisa bermanfaat bagi manusia lainnya.


Semoga, niat baik dan langkah demi langkah yang kita perjuangkan for the best education di Indonesia ini dapat terus berlanjut dan memberi dampak kedepannya. Semoga kita bisa terus haus ilmu dan terus ikhlas untuk berbagi ilmu yang kita miliki, serta terus punya rasa peduli dan rasa syukur di dalam diri kita. Terima kasih komunitas Koin Untuk Negeri, kakak-kakak relawan dan seluruh warga Borongbuah untuk semua kehangatan, pembelajaran dan pengalaman berharganya sejauh ini. The stories may be short, but the memories stay forever. Can't wait for the next meaningful story with y'all.


Best regards, Mutia
          #darisudutnegerikitamenginspirasi





Diberdayakan oleh Blogger.